Hikmah di Balik Gerhana
Gerhana matahari maupun bulan merupakan fenomena alam yang ditakdirkan oleh Allah Azza wa Jalla untuk menunjukkan tanda-tanda kebesaran-Nya. Di mana gerhana matahari akibat posisi bulan yang berada di antara matahari dan bumi sehingga menghalangi cahayanya, dan gerhana bulan akibat posisi bumi yang berada di antara matahari dan bulan sehingga tidak bisa memantulkan cahaya matahari ke bumi.
Pada zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam telah terjadi satu kali gerhana matahari, tepatnya menurut ulama pada tanggal 29 Rabi’ul Awal tahun 10 Hijriah, karena memang gerhana matahari tidak terjadi kecuali pada akhir bulan Hijriah sedangkan gerhana bulan pada pertengahan bulan Hijriah. bertepatan dengan meninggalnya putra beliau tercinta yaitu Ibrahim.
Hal ini merupakan takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena masyarakat jahiliyah dahulu berkeyakinan bahwa gerhana terjadi karena kematian atau lahirnya seorang bangsawan atau yang berkedudukan tinggi, maka Allah Ta’ala Hendak membatalkan keyakinan ini dengan menjadikan gerhana di zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam bertepatan dengan meninggalnya putra beliau, untuk menjelaskan bahwa gerhana adalah murni phenomena alam yang ditakdirkan Allah Ta’ala dan tidak ada kaitannya dengan kejadian apapun di muka bumi.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
Dari Abu Mas'ud radhiyallahu anhu berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya matahari dan bulan merupakan dua tanda kebesaran Allah, di mana Allah menakuti hamba-Nya. Tidak terjadi gerhana karena kematian seseorang manusia, akan tetapi keduanya merupakan dua tanda kebesaran Allah, apabila kalian menyaksikannya, maka laksanakan shalat dan berdoalah kepada Allah sehingga dikembalikan kembali oleh Allah” (HR Bukhari dan Muslim, nas ini lafaz Muslim 4/463 hadits nomor 1516).
Pelajaran penting yang kita bisa ambil dari gerhana matahari maupun bulan adalah:
Pertama: keduanya merupakan tanda kebesaran dan kekuasaan Allah Ta’ala yang menciptakan alam semesta ini, menguasainya, serta mengaturnya. Tidak ada satupun yang dapat menghalangi Allah Ta’ala, ketika Allah Berkehendak untuk merubah aturan alam sebentar diluar kebiasaan, untuk menunjukkan betapa lemahnya manusia dan betapa agungnya Allah, maka manusia tidak layak untuk menyombongkan dirinya di hadapan Allah, jadi sepantasnya manusia tunduk patuh kepada peraturan dan hukum Allah tidak kepada yang lain.
Kedua: merupakan kehendak Allah untuk menakuti hamba-hambanya dengan mengingatkan mereka dari kelalaian dan dosa. Di mana dengan bertambahnya fitnah dan kerusakan di muka bumi yang sebenarnya karena tingkah laku manusia, maka hikmah Allah Ta’ala berkehendak untuk menyadarkan mereka, dan bahwa azab dan siksaan-Nya di neraka lebih pedih dan kekal.
Namun di zaman sekarang, di mana manusia sudah menilai kejadian di bumi hanya dengan kaca mata materi tanpa menoleh ke sisi syar’i. Mereka mengatakan ini hanya sekedar phenomena alam biasa, tanpa melihat siapa yang menakdirkannya dan apa tujuannya.
Ketiga: bahwa kejadian-kejadian alam tidak ada hubungannya dengan kematian atau lahirnya seseorang, karena jika Allah Berkehendak untuk menjadikan sesuatu, maka terjadilah. Jadi murni karena kehendak Allah, maka barangsiapa meyakini bahwa kejadian alam ada kaitannya dengan kematian dan lahirnya seseorang maka dia telah menetapkan adanya pengatur alam semesta selain Allah Ta’ala.
Wallahu a'lamu bis-shawab.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments
Post a Comment