Kedudukan Wanita dan Anak Dalam Islam

Kedudukan wanita dalam Islam ialah sangat terhormat. Sebagai laki-laki yang katanya adalah pemimpin kaum wanita kita tidak boleh sembar... thumbnail 1 summary

Kedudukan wanita dalam Islam ialah sangat terhormat. Sebagai laki-laki yang katanya adalah pemimpin kaum wanita kita tidak boleh sembarangan memperlakukan seorang wanita dengan tidak sepantasnya. Wanita itu harus diperlakukan sesuai dengan martabatnya, tidak melebih-lebihkan dan juga tidak mengurangi martabatnya sedikitpun.

Kedudukan Wanita dan Anak Dalam Islam

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (Q.S An-Nisaa’: 1)

Kedudukan wanita dalam Islam ialah sangat terhormat. Sebagai laki-laki yang katanya adalah pemimpin kaum wanita kita tidak boleh sembarangan memperlakukan seorang wanita dengan tidak sepantasnya. Wanita itu harus diperlakukan sesuai dengan martabatnya, tidak melebih-lebihkan dan juga tidak mengurangi martabatnya sedikitpun.

Sebelum datang Islam, kedudukan wanita dalam masyarakat sangat rendah dan juga lemah. Wanita disamakan dengan barang, dapat dipindah tangankan bahkan dapat diwariskan. Hal ini terutama terjadi di jazirah Arab di zaman yang kita kenal dengan nama zaman kebodohan (jahiliyah). Pada saat itu kedudukan wanita sangat menyedihkan, sampai-sampai jika anak yang lahir itu perempuan, mereka merasa malu dan dengan teganya mengubur hidup-hidup karena dianggap hanya membebani masyarakat dan juga dianggap tidak berguna. Tidak seperti jika yang dilahirkan adalah anak laki-laki, mereka merasa gembira karena berarti ada tambahan tenaga untuk bekerja dan untuk berperang.

Nabi Muhammad SAW datang untuk memperbaiki kerusakan tersebut. Harkat dan martabat kaum wanita beliau angkat ke atas. Di dalam sebuah hadits riwayat At-Tirmidzi dari sahabat Abi Hurairah ra beliau bersabda: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya dan yang terbaik diantara kamu adalah mereka yang paling baik terhadap wanita-wanita mereka.” (Hadits hasan shahih)

Dalam sebuah hadits lain yang diriwayatkan ole Muslim, Nabi memperingatkan agar sang suami tidak sampai menyia-nyiakan isterinya, karena si isteri telah diambilnya sebagai amanat dari Allah. Mengenai hal ini Beliau bersabda, “Takutlah kamu kepada Allah tentang wanita, karena kamu mengambilnya (memperisterinya) dengan amanat Allah.”

Dari ucapan-ucapan Nabi Muhammad SAW di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa martabat kemanusiaan wanita itu sama dengan laki-laki dalam pandangan dan perlakuan Islam.

Menurut penjabaran para ahli tafsir terhadap ayat Al-Qur’an surat An-Nisaa’ ayat 1 menceritakan bahwa Hawa sebagai nenek moyang manusia dijadikan Allah dari rusuk bagian kiri dari Adam AS. Ketika Adam pada suatu pagi bangun dari tidurnya, tampak olehnya seorang wanita duduk disampingnya. Adam bertanya: “Siapa engkau?” Wanita itu menjawab: “Saya wanita, nama saya Hawa.” Selanjutnya malaikat bertanya kepada Adam, kenapa wanita itu bernama Hawa? Adam menjelaskan, wanita itu dijadikan dari sesuatu yang hidup (syai-in hayyin). Dari hayyin berubah sebutannya menjadi Hawa, maka dinamakan Hawa.

Adam pun senang dan cenderung kepada wanita itu dan wanita itupun senang pula kepada Adam. Sejak saat itulah keduanya menjadi suami isteri diperjodohkan oleh Allah Swt guna menurunkan keturunan manusia yang banyak, laki-laki dan wanita.

Membatasi bukan Mengurangi

Membatasi gerak-gerik pergaulan wanita, bukanlah untuk mengurangi hak-haknya sebagai manusia. Tetapi menjaga martabat kehormatannya supaya jangan mudah ternoda demi keutuhan kehormatan mertabat wanita itu sendiri. Seperti yang diajarkan Al-Qur’an pada surat Al-Isra’ ayat 32.



Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”

Sama tapi Tidak Serupa
Pria dan wanita punya fithrah yang sama, yakni unsur kejadiannya berasal dari tanah melalui Adam AS dan dari rusuk Adam terlahir Hawa, tetapi tidak serupa fisiknya.

Jadi martabat pria dan wanita itu sama, tapi tidak serupa. Karena pria memiliki ciri khusus yaitu sebagai pelindung. Hal ini tertuang dalam Al-Qur’an surat An-Nisaa’ ayat 34.

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”

Status itu adalah sangat cocok secara fithri dan juga cocok dalam pergaulan antar wanita dan pria, baik dalam kehidupan lajang, apalagi dalam kehidupan berumah tangga.

Sering terasa suram bagi seorang wanita yang diceraikan oleh suaminya. Terasa hilang pelindung dan hilang pengayom. Oleh karena itu Al-Qur’an memberi kesaksian atas eksistensi wanita dan pria dalam alam, dengan penegasan seperti difirmankan Allah SWT dalam surat Ar-Ruum ayat 21.


"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”

Kewajiban Terhadap Anak

Kewajiban utama dari seorang wanita sebagai Ibu adalah mengurus dan mendidik anak-anaknya dengan baik. Sebagai buah dari suatu pasangan rumah tangga anak adalah belahan jiwa. Kedudukan anak-anak dalam Islam sangat diperhatikan. Nabi Muhammad SAW pernah berkata, “Anak-anak kecil itu adalah kupu-kupu hiasan surga.” Oleh karena itu, jika seorang bayi meninggal, meskipun boleh ditangisi, tapi janganlah berlebihan karena bayi-bayi itu akan mengelu-elukan dan memohonkan ampun atas dosa orang tuanya.

Menurut ajaran Islam, terhadap anak perlu diperhatikan 4 hal :

1. Diberi nama yang baik

2. Diberi makan yang sehat

3. Diberi pakaian yang memadai

4. Diberi pendidikan, ilmu, dan keterampilan dan akhlak yang tinggi.

Dengan itu anak dipersiapkan masa depannya yang penuh harapan, agar menjadi anak yang shaleh dan shalehah, mampu mandiri dalam hidupnya kelak serta taqwa pada Allah SWT. Tugas ini dibebankan pertama-tama pada kaum Ibu. Sedangkan para bapak menunjangnya dengan bekerja keras mengumpulkan rezeki yang halal guna membiayai rumah tangga tersebut.

No comments

Post a Comment