DI sebuah negeri seorang anak tumbuh menjadi sosok yang hebat, sangat bijak dan disegani. Setiap kali ia ditanyai oleh orang siapakah yang menjadikanmu seperti ini? Ia akan menjawab dengan jawaban yang sama, bahwa ibunya lah yang menjadikannya seperti ini.
Konon ketika ia kanak-kanak, ia termasuk anak yang mudah sekali bosan dengan pelajaran di kelas. Itu alasannya kenapa ia sering membolos dari kelas dan kerap kali melarikan diri dari kelas. Suatu hari, ia merasa jengah dikelas dan selain itu ia juga merasa sangat lapar, ia mencari-cari kesempatan untuk melarikan diri dari kelas.
Kesempatan itu pun akhirnya datang juga, tanpa pikir lama maka si anak kecil ini dengan segera mengambil langkah seribu, melarikan diri. Ia senang sekali bisa melarikan diri dari kelas yang membosankan itu. Sesampainya dirumah, ia bergegas mencari makanan dan duduk di atas tumpukan kain sutera.
Anak ini memiliki seorang ibu penenun sutera. Ibunya adalah seorang janda. Ia berjuang keras menghidupi dan memenuhi kebutuhan hidup mereka sendirian setelah ditinggal mati ayahnya. Ibunya heran ketika melihat dia pulang diwaktu yang sangat awal sekali, dan dengan segera sang ibu mengetahui bahwa anaknya membolos. Ibunya marah bukan main, “Kenapa kamu pulang? Ibu sungguh sangat tidak menyukai perilaku tercelamu ini?”
Si anak pun menjawab, “Bu, sekolah itu membosankan, sekolah itu sulit bu. Aku ini bukan anak yang pintar yang bisa dengan cepat mengikuti dan memahami pelajaran.”
Sang ibu dengan cermat mendengarkan jawaban sang anak tanpa sedikit pun menyelanya. Namun ia tetap dalam keadaan marah, dengan raut muka yang sangat menyeramkan karena tidak setuju dengan ulah sang anak yang membolos dari sekolah. Melihat ibunya demikian, maka sang anak tak berani berucap sepatah kata pun lagi, ia menunduk. Merasa bersalah.
Sang ibu tak mengeluarkan sepatah kalimat pun setelah mendengar jawaban sang anak. Diam. Tanpa menghiraukan anaknya, sang ibu menarik satu helai kain sutera yang sedang diduduki oleh sang anak lalu kemudian mengguntingnya menjadi dua bagian, kemudian dibagi lagi menjadi empat, delapan, dan sampai tak bisa dipotong lagi.
Terus, terus dan terus hal serupa dilakukan pada kain-kain selanjutnya yang diduduki oleh sang anak dengan muka marah tanpa kata. Setiap kali sang ibu mengiris helaian sutera itu maka hati sang anak pun ikut teriris.
Sang anak tahu kalau ibunya janda, dan ia pontang-panting menghidupi keluarga sendirian, dan hanya ibunyalah yang menafkahi keluarga. Hanya dengan menenun dan menjahit kain sutera ibunya bisa menafkahi keluarga. Seketika menyelinap kekhawatiran yang luar biasa, ia takut bukan main menyaksikan ibunya marah besar. Karena dengan ibunya seperti itu, artinya ibunya akan merusak semua kain-kain sutera itu yang selama ini menjadi sumber kehidupan mereka.
Sang anak tak tahan melihat laku ibunya, lalu ia pun menangis kencang lantas memeluk erat kaki sang ibu sambil berucap, “Bu, aku berjanji bu, aku takkan pernah bolos sekolah lagi walaupun hanya sekali bu. Aku takkan mengulanginya lagi, walaupun aku tahu sekolah itu membosankan bu.”
Sang ibu memperhatikan betul setiap kata yang meluncur dari mulut anaknya sembari memandangi wajahnya dengan serius.
Lalu ia berkata, “Nak, kamu lihat potongan-potongan kain sutera ini. Benang-benang sutera itu ditenun sedikit demi sedikit baru bisa jadi sepotong kain sutera. Setelah dapat sepotong terus kain ini ditenun sampai akhirnya menjadi sehelai kain sutera yang indah dan lebar. Setelah itu, kain sutera dipotong sesuai dengan ukuran yang dikehendaki maka jadilah pakaian yang indah. Demikian juga dalam belajar nak, hasilnya tidak bisa dengan segera dilihat sesaat setelah kamu mempelajarinya. Belajar itu sedikit demi sedikit nak, dan ibu tahu itu sulit tapi itu bukan alasan untuk tidak belajar.
Lihatlah kain sutera itu, itu berbentuk karena ia dirajut dengan penuh perjuangan, kesabaran, dan ketelatenan. Kamu belajar sedikit, paham, maka belajar lagi, tambah lagi pemahamanmu sedikit demi sedikit supaya kamu bisa memahami lebih banyak lagi.
Setelah kamu mengerti maka kamu belajar lagi sampai kamu tambah mengerti dan begitu seterusnya. Sampai nanti tiba saatnya kamu akan menyadari bahwa belajar itu menyenangkan, menarik dan sangat bermanfaat. Lalu jika sekarang kamu membolos, kamu tak akan mengerti apa yang diajarkan kepadamu, ketika kamu tidak mengerti maka kamu tidak akan tahu bahwa belajar itu menyenangkan, menarik dan sangat bermanfaat?
Kata-kata sang ibu menghujam dalam sanubari sang anak. Dengan berlinang air mata sang anak berjanji kepada ibunya, “Ibu, aku berjanji tidak akan pernah membolos lagi, aku akan selalu belajar di kelas walaupun aku tahu kelas itu sangat membosankan. Aku akan bersungguh- sungguh dan melawan rasa bosan. Aku percaya betul kepada ibu bahwa hanya dengan belajar sungguh-sungguh kelak aku akan menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan Negara.
Sejak saat itu sang anak benar-benar menepati janjinya serta belajar dengan penuh kesungguhan. Dan benar saja ia tumbuh menjadi orang yang hebat, pintar, mencintai ilmu pengetahuan dan ia benar-benar menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan negaranya. [Nursiti Rohmah, Jakarta]
No comments
Post a Comment