Bolehkah Mengonsumsi Obat dari Ekstrak Ular?

Assalam 'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh. Apa hukumnya mengonsumsi obat penyembuh/penghilang luka yang mengandung extract ular? S... thumbnail 1 summary

Assalam 'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Apa hukumnya mengonsumsi obat penyembuh/penghilang luka yang mengandung extract ular? Seperti diketahui banyak sekali obat-obatan seperti itu (biasanya obat cina) yang dipakai ibu-ibu untuk menyembuhkan pasca operasi caesar sehingga lukanya cepat mengering. Terima kasih atas tanggapannya.

Jawaban:

Oleh: Badrul Tamam

Wa'alaikum Salam Warahmatullah Wabarakatuh.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.

Sesungguhnya tidak ada satu penyakit kecuali Allah Ta'ala sudah menyediakan obat dan penawarnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

"Setiap penyakit ada obatnya, dan bila telah ditemukan dengan tepat obat suatu penyakit, niscaya akan sembuh dengan izin Allah Azza wa Jalla." (HR. Muslim dari sahabat Jabir)

Dan pada hadits lain, disebutkan:

ما أَنْزَلَ الله دَاءً إلا قد أَنْزَلَ له شِفَاءً عَلِمَهُ من عَلِمَهُ وَجَهِلَهُ من جَهِلَهُ

"Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan telah menurunkan untuknya obat, hal itu diketahui oleh orang yang mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak mengetahuinya." (HR. Ahmad, Al-Thabrani dan dishahihkan oleh Al Hakim)

Dan Allah tidak menjadikan obat atas penyakit yang diujikan atas hamba-Nya dengan sesuatu yang diharamkan-Nya sebagaimana firman Allah Ta'ala,

أُحِلَّ لَكُمْ الطَّيِّبَاتُ

"Dihalalkan bagimu yang baik-baik." (QS. Al-Maidah: 4)

Karenanya Allah mengutus Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk menghalalkan yang baik-baik dan mengharamkan yang buruk-buruk. Allah Ta'ala berfirman,

وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

"Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk." (QS. Al-A'raf: 157)

Imam al-Bukhari dalam Shahihnya Bab Meminum Sirup dan Madu mencantumkan ucapan Ibnu Mas'ud,

إِنَّ اللَّه لَمْ يَجْعَل شِفَاءَكُمْ فِيمَا حُرِّمَ عَلَيْكُمْ

"Sesungguhnya Allah tidak pernah meletakkan kesembuhan/pengobatan kalian pada hal-hal yang telah Dia haramkan."

Karenanya Imam al-Zuhri menyampaikan alasan dari pendapatnya yang mengharamkan minum air kencing dalam kondisi darurat karena itu adalah najis, lalu beliau berhujah dengan QS. Al-Maidah: 4 di atas.

Bagaimana dengan ular?

Ular termasuk binatang yang diharamkan karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan untuk membunuhnya tanpa memberikan keterangan untuk memanfaatkan dagingnya supaya dikonsumsi. Padahal makhluk Allah tidak boleh dibunuh tanpa ada guna dan disia-siakan.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

اُقْتُلُوا الْحَيَّات

"Bunuhlah ular." (HR. Bukhari dan Muslim)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu, ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan untuk membunuh dua hewan yang berwarna hitam ketika shalat: Kalajengking dan ular." (Hadits Shahih Riwayat Abu Dawud, al-Nasai, al-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Syaikh Sulaiman bin Shalih al-Khurasyi dalam kitabnya Al-Hayawanaat; Maa Yu'kal wa Maa Laa Yu'kal (Diterjemahkan: Kamus Halal-Haram), menyebutkan tentang pendapat yang shahih, bahwa setiap binatang yang diperintahkan untuk dibunuh maka dagingnya haram dimakan. Maksud dibunuh di sini adalah dibunuh tanpa dengan sebab yang dibenarkan syariat, yaitu disembelih sesuai syar'i. Karena seandainya diperbolehkan mengambil manfaat dengan cara memakan dagingnya tentu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak akan memerintahkan untuk membunuhnya. (Lihat: Adwa' al-Bayan, Syaikh Muhammad Amin al-Syinqithi: 2/273)

Imam al-Nawawi rahimahullah mengatakan, "Binatang yang diperintahkan untuk dibunuh, maka dagingnya haram dimakan." (Al-Majmu', Imam Al-Nawawi: 9/22)

Binatang yang diperintahkan untuk dibunuh, maka dagingnya haram dimakan. (Imam al-Nawawi)

Selain itu, ular masuk kategori makanan yang khabaits (buruk), sama hukumnya seperti kalajengkikng, lalat, cicak, dan lainnya. Syaikh al-Syinqithi berkata mengenai serangga-serangga tersebut, "Naluri yang sehat tidak mungkin bisa menikmati binatang-binatang yang buruk ini, apalagi memandangnya sebagai sesuatu yang baik. Bila ada orang Arab yang memakan serangga-serangga ini, hal itu semata-mata dikarenakan mereka dalam kondisi yang sangat kelaparan." (Lihat dalam Kamus Halal-Haram, hal. 38)

Syaikhul Islam ibnu Taimiyah berkata, "Makan daging ular dan kalajengking adalah haram menurut ijma' ulama kaum muslimin." (Al-Fatawa: 11/609)

Makan daging ular dan kalajengking adalah haram menurut ijma' ulama kaum muslimin. (Ibnu Taimiyah)

Kesimpulan

Tidak dibenarkan berobat dengan hal-hal yang diharamkan, termasuk ular. Setiap muslim wajib meyakini bahwa tidak ada satu penyakit kecuali Allah seudah menyediakan obatnya. Dan Allah tidak menjadikan obat dari sesuatu yang haram. Maka jelaslah bahwa ular atau hewan yang diharamkan lainnya tidak sepatutnya menjadi alternatif pilihan dalam mencari kesembuhan.

Sesungguhnya ilmu kedokteran yang berkembang di masyarakat kebanyakan menganut azas netralitas, bebas nilai. Salah satunya bebas dari nilai agama, di antaranya Islam. Sehingga praktek pengobatan banyak yang tidak memperdulikan nilai halal dan haram. Oleh karena itu tidak sepantasnya seorang mukmin mudah menengok kepada pengobatan dari ular hanya karena propaganda adanya khasiat luar biasa yang dikandungnya.

Memang benar, ada yang berobat dengan ular dan bisa mendapat kesembuhan. Namun hasil duniawi tidak bisa dijadikan sebagai patokan kebenaran. Sebagaimana orang yang lapar, lalu ia makan babi. Rasa laparnya akan hilang, lalu apakah makan babi dibolehkan? Jadi patokan dalam berobat bukan hanya sembuh, tapi mengunakan sesuatu yang dibolehkan oleh Syariat harus menjadi prioritas. Semoga bermanfaat. Wallahu Ta'ala a'lam.

No comments

Post a Comment