Dalam novel yang ditulis oleh Habiburrahamn berjudul Bumi Cinta, terdapat sebuah kisah menarik, sarat pelajaran dan hikmah, layak menjadi renungan dan bahan kontemplasi bagi siapa saja. Ibnu Qudamah dalam kitab At-Tawwabin mengetengahkan kisah kalajengking, kodok, dan pemabuk, yang disampaikan oleh Dzun Nun Al-Mishri.
Suatu ketika Dzun berjalan di tepian sungai. Ia melihat seekor kalajengking melompat ke punggung seekor katak. Kemudian sang katak berenang menyeberangi sungai. Dzun Nun mengikuti perjalanan kedua mahkluk Allah tersebut hingga sampai di daratan.
Di daratan, ia melihat seorang pemabuk sedang teler akibat menunggak minuman keras. Sementara itu, ada ular besar yang melilit pemabuk yang pingsan itu. Di sinilah terjadi hal yang luar biasa. Kalajengking melompat ke ular dan terjadi pertarungan yang luar biasa. Satu sama lain saling menyerang. Kalajengking dan ular sama-sama berusah saling menghabisi dan mengoyak tubuh lawannya. Ular terkapar kalah tak bernyawa.
Dzun Nun membangunkan pemuda teler ini. Ia berkata: “Hai anak muda, lihatah betapa besar kasih sayang Allah yang telah menyelamatkanmu. Lihatlah kalajengking yang telah diutus-Nya untuk membinasakan ular yang hendak membunuhmu.”
Bulu kuduk saya berdiri tegak. Desiran angin terasa dingin sekali demi membaca kisah tersebut. Kita doyan lalai, namun rahmat Allah tetap melekat pada kita. Kita acap mempermainkan syariat Allah, Allah tetap sayang pada kita. Wahai manusia yang lupa pada Tuhannya, siapakah yang telah menciptakan kita? Siapa yang telah menghidupkn dan kelak akan mematikan kita? Siapa yang menyusupkan rasa kasih dan cinta pada orangtua kita sehingga kita bisa tumbuh besar hingga saat ini?
Semua ada karena Allah. Jantung, mata, hati, ginjal, telinga, hidung, lidah, tangan, dan anggota tubuh lainnya yang melekat pada diri ini adalah titipan-Nya yang diberikan secara cuma-cuma. Wahai para saudaraku, saya, anda, siapa saja terkadang lalai bahwa Allah telah memberikan karuniaNya tanpa mampu kita hitung seberapa besarnya. Wahai kita yang amalnya sedikit disbanding maksiatnya, sampai kapan keadaan ini terus terjadi?
“Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Al-Araf: 23)
No comments
Post a Comment