Waktu laksana pedang, jika kita tidak bisa mempergunakannya maka waktu akan mencelakakan kita.
Maling Tidak Pernah Telat
Konon di sebuah kampung hidup seorang pemuda yang tidak pernah tidur di malam hari. Dia menghabiskan malam-malamnya untuk bekerja mangais nafkah. Ibu-bapaknya sudah lama tiada, tinggallah si pemuda hidup sebatang kara tanpa ditinggali harta benda warisan orang tua. Pagi sampai siang hari dia habiskan waktunya di dalam kamar, berpetualang di dunia mimpi sampai matahari tepat di atas atap rumahnya.
Bagi si pemuda sebatang kara ini, kegiatan yang dia lakukan setiap malam adalah sebuah pekerjaan. Dengannya dia bisa meneruskan hidup. Namun banyak orang yang tidak setuju dengan sebutan pekerjaan, apa yang telah dilakukan si pemuda di malam hari merupakan sebuah kejahatan. Masyarakat sekitar kampung bahkan sudah sangat geram dengan banyaknya barang yang hilang.
Segera Tetua kampung mengumpulkan warganya. Sang Tetua yang memang sudah sangat tua meminta pendapat warganya tentang kehilangan-kehilangan yang terjadi hampir setiap malam. Singkat kata semua warga sepakat bahwa mereka sedang diteror oleh seorang maling. Untuk menghentikan si maling warga harus menggalakan siskamling. Setiap malam harus ada 10 orang warga yang berjaga, dengan pembagian; 2 orang di sudut Barat, 2 orang di Timur, 2 orang di Utara, 2 orang di Selatan dan 2 orang di tengah-tengah kampung. Mereka akan berkeliling secara bergantian dan jika ada hal-hal yang mencurigakan, kentongan bambu akan segera dibunyikan.
Siskamling sudah dilaksanakan, namun masih tetap saja ada warga yang rumahnya kemalingan. Tetua menjadi murka. Dia tanya semua warga yang sudah dapat jatah jaga. Ternyata mereka selalu terlambat menangkap si maling. Selidik punya selidik, kebanyakan jaga malam datang tidak tepat waktu dan selalu pulang lebih awal. Pernah suatu malam si maling hampir tertangkap. Dua orang penjaga pos Barat mendengar teriakan, mereka datang ke tempat asal suara dangan tergesa-gesa melupakan kentongan bambu yang seharusnya dipukul. Hasilnya sudah bisa ditebak, maling lebih dulu kabur sebelum semua warga datang menangkap.
Malam demi malam berlalu, kemalingan belum juga berhenti. Si maling sungguh hebat, dia tidak pernah datang telat dan selalu kabur tepat waktu. Para penjaga malam yang tidak biasa berpacu dengan waktu akhirnya menyerah. Mereka sudah tidak berdaya memerangi si maling yang pintar mempergunakan kesempatan. Si maling pun bisa hidup tenang dengan uang hasil curian.
الوفت كا لسيف ان لم تفط قطعك
Waktu laksana pedang, jika kita tidak bisa mempergunakannya maka waktu akan mencelakakan kita. Begitu kiranya terjemahan bebas dari pribahasa Arab di atas. Waktu begitu penting bagi kita sampai-sampai Allah SWT berulang kali menggunakan istilah waktu dalam Al-Qur'an. Lihatlah surat Ad-Dhuha, Al-Asr, Al-Lail dan masih banyak lagi.
Sebagai Muslim kita diharuskan mempergunakan waktu sebaik-baiknya untuk tujuan kebaikan. Namun sayang banyak dari kita sering kali dengan sengaja menelantarkan waktu. Berapa kali kita terlambat menghadiri rapat?. Berapa sering kita melupakan tugas penting karena melakukan kegiatan sekunder?. Berapa sering kita bangun subuh telat?
Sekali lagi, waktu itu sangat penting, sampai-sampai maling yang bisa mempergunakan waktu dengan baik bisa berhasil dan selamat. Sebaliknya masyarakat yang tidak terbiasa mempergunakan waktu sebaik-baiknya menanggung kesusahan dan kerugiaan.
Waktu adalah pedang, bisa digunakan oleh siapa saja dan untuk tujuan apa saja. Mari kita sama-sama pergunakan waktu sebaik-baiknya dan tentunya untuk tujuan yang baik pula. Kita genggam waktu seolah-olah ia hanya milik kita, dan tidak ada orang yang berhak memanipulasinya. Insya Allah bila ini terjadi di lingkungan kita, tidak akan ada lagi karyawan yang terlambat masuk kerja, tidak ada lagi acara seremonial yang molor, tidak ada lagi jadwal keberangkata bus atau kereta yang diundur, tidak ada lagi guru yang terlambat masuk kelas dan tidak ada lagi murid yang bolos.
No comments
Post a Comment