Salah satu amal yang tidak pernah terputus pahalanya sekalipun kita telah meninggalkan dunia ini adalah anak yang sholeh/sholehah. Doa anak yang sholeh juga merupakan salah satu do’a yang insya Allah dikabulkan oleh-Nya.
Sejak dini anak harus diajarka cinta Allah, cinta Alqur’an, tidak lupa ajarkanlah cinta Rasul, seperti diketahui menanamkan keteladanan, yakni, menanamkan budi pekerti mulia seperti halnya juga apa yang dilakukan nabi Muhammad S.A.W sendiri terhadap kedua cucunya Sayidina Hasan bin Ali dan Sayidina Husein bin Ali.
Misalnya Sewaktu Sayidina Hasan dan Husein masih kecil, apabila Rasulullah SAW sembahyang, baginda meletakkan mereka di sampingnya. Kedua-dua cucunya ini memperhatikan gerak gerik baginda dalam sembahyangnya. Bahkan, ketika baginda sujud, kedua-dua anak itu melompat ke belakang baginda. Maka ada seseorang yang mencuba melarang kanak-kanak itu, tapi baginda mengisyaratkan supaya dibiarkan saja kedua-dua cucunya bermain di belakangnya.
Dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim disebutkan hadits yang menunjukkan bahwa mencintai Rasulullah menempati kedudukan yang tinggi.
Disebutkan bahwa ada seseorang yang bertanya kepada Nabi,
“Wahai Rasulullah, kapan terjadinya hari kiamat?”
Rasulullah balik bertanya, “Apa yang engkau persiapkan untuknya?”
Orang tersebut menjawab, “Aku tidak mempersiapkan banyaknya shalat, puasa atau sedekah, hanya saja aku mencintai Allah dan Engkau, Rasul-Nya.”
Rasulullah pun bersabda, “Engkau bersama orang yang engkau cintai.”
Di sini menunjukkan bahwa kecintaan seseorang kepada Nabi adalah sebab dikumpulkannya dia bersama Nabi, di surga. Hal ini tidak lain karena cinta kepada Nabi adalah salah satu konsekuensi dari syahadat kedua; Muhammad Rasulullah. Syarat sah-nya menjadi seorang muslim.
Memang tak mudah mengenalkan terlebih lagi menanamkan rasa cinta terhadap tokoh yang beda rentang waktu cukup jauh terhadap anak yang secara psikologis kemampuannya untuk menelaah faktor waktu kaitannya dengan sejarah belum sempurna, akan tetapi sudah menjadi kewajiban orang tua terhadap anak untuk melatihnya.
Konsep dasar dalam mendidik anak untuk mencintai Allah dan Rasul. Yakni, dipraktekkan, dicontohkan, dibiasakan, dan yang terakhir, didoakan dan dimotivasi.
Pada dasarnya untuk melatihnya dibutuhkan kreatifitas keluarga (orangtua).
Kemampuan menerapkan sikap keseharian yang dengan mudah dapat di konotasi-kan akan perikehidupan rasul, dan
Kemauan orang tua untuk menyediakan cukup waktu untuk berinteraksi terhadap anak.
Beberapa hal tentang konsep medidik anak
Hindarkanlah sebisa mungkin untuk mengajarkan ahlaq cinta terhadap rasul itu sebagai norma misalnya larangan dan perintah. Sebisa mungkin diawali dengan cerita-cerita tentang pribadi mulia Rasul, kejadian-kejadian luar biasa yang pernah dialami Rasul, dan sebagainya. Hal ini disampaikan sejak anak masih kecil, misalnya pada saat anak menjelang tidur.
Dengan mudahnya diperoleh video dalam bentuk cd memudahkan kita memvariasikan metode dengan gambar animasi tentang sejarah kehidupan Nabi muhammaad S.A.W.
Pembiasaan mengikuti kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad seperti: makan, mengenakan baju, sepatu dan sebagainya, berbicara dengan lembut, berperilaku sopan santun, bisa mengendalikan amarah, mengenalkan batas aurat. Contoh: jika sejak dini kita biasakan anak perempuan kita menggunakan jilbab, maka saat dewasa ia justru akan merasa tidak nyaman jika memperlihatkan auratnya, dll.
Kondisikan lingkungan pergaulan dan pendidikan yang islami. Contoh: sejak dini ikutkan anak kita dalam TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an).
Musik qasidah dan lagu religi cinta rasul bisa jadi salah satu alternatif yang lain.
Mengajak anak berpartisipasi dalam acara maulid Nabi, tentu saja dengan menyesuaikan forum dan usia anaknya.
Hal-hal diatas seharusnya dilakukan secara repetisi (=berulang) dalam keseharian, tidak cukup sekali atau dua kali. Bahkan mencintai Rasul itu bukan sekadar diungkapkan, melainkan juga dipraktekkan dengan sikap dan perbuatan yang mencontoh Rasul, sehingga anak-anak kita akan menjadi anak yang saleh/salehah.
“Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah seluruh amalannya, kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah (yang mengalir pahalanya), ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shaleh yang mendo’akan kebaikan baginya“. [HR. Muslim dalam Kitab Al-Washiyyah (4199)].
No comments
Post a Comment