JAKARTA (VoA-Islam) – Zamannya yang edan atau manusianya yang edan. Bagaimana tidak dikatakan aneh, pakaian laki-laki semakin modern, justru lebih elegan dan tampil rapi menutup auratnya. Sedangkan perempuan, semakin modern dan metropolitan, malah semakin terbuka tidak karu-karuan. Inilah yang disebut westernisasi budaya, meniru budaya pop di Barat yang tak punya batasan aurat, hanya menutup kemaluannya saja.
Masih segar dalam ingatan, begitu rumit dan panjangnya perjalanan UU Pornografi di negeri ini. Meski sudah memiliki UU Pornografi, tetap saja tak bisa membendung pornografi dan pornoaksi, bahkan pornografi semakin menggurita. Apalagi jika menggugat pakaian yang sudah menjadi budaya di masyarakat. Mereka yang anti syariat, mengira bahwa menutup aurat dalam batasan-batasan ajaran islam itu sebagai produk budaya. Padahal, jilbab itu bukan produk budaya, melainkan murni wahyu.
Demikian dikatakan Wasekjen MIUMI Ustadz Fahmi Salim kepada Voa Islam di Kemenag RI, Jakarta, belum lama ini. Fami mengajak para aktivis dakwah untuk mengembalikan umat Islam kepada fitrahnya. Sehingga nilai-nilai Islam dapat dipahami secara utuh, baik dalam hal berbudaya, berpakaian, hingga memilih idola.
Jika ingin mempertahankan pakaian adat lokal, bisa digunakan strategi, yakni tetap memakain pakaian adat, tapi harus menutup aurat. Misalnya dengan kaos dan celana panjang, atau rok panjang. Pakaian adat tidak bertentangan dengan Islam yang baku, tapi perlu kita sempurnakan. Kalau ada yang masih terbuka, kita tutup. Jadi wanita tetap pakaian adat Jawa, Minang, yang modenya bisa dimodifikasi, dan disempurnakan dengan jilbab.
Fahmi membantah, bahwa jilbab dikatakan kaum liberal sebagai upaya Arabisasi. “Salah besar jika jilbab dianggap sebagai bentuk Arabisasi. Mengingat, di Arab pada masa jahiliyah, wanitanya tidak beraurat, dadanya terlihat, begitu juga tangan, dan kaki.”
Jilbab itu bisa disesuaikan dengan budaya setempat. Model jilbab tidak satu, setiap negara memiliki kekhasannya sendiri. Aturan universalnya adalah menutup aurat, menjulurkan jilbab, tidak memperlihatkan lekuk tubuh, dan tidak transparan.
Perlu diketahui, bahwa jilbab ada nilai akhlak di dalamnya. Jilbab justru melindungi perempuan dari perbuatan jahil laki-laki. Dengan berjilbab, wanita muslimah tampil terhormat, dihargai, dan lebih elegan.
“Jilbab bukan hanya secara dzohirnya yang ditutupi, tapi juga menjilbabkan hati dan perilaku wanita agar tidak pecicilan. Jangan berjilbab, tapi masih pacaran, ikhtilat, itu perlu dilurusklan, perlu secara bertahap dan terus memperbaiki akhlaknya agar sesuai dengan norma-norma Islam.” Desastian
he..he..
ReplyDeletemantabb
ReplyDelete